Jumat, 30 November 2012

kewenangan dan legitimasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Setiap negara haruslah mempunyai kekuasaan yang jelas. Sejak dulu teori-teori yang menggolongkan negara-negara berdasarkan legitimasi kekuasaannya sudah berkembang. Meskipun Indonesia telah menganut sistem pemerintahan yang demokratis, akan tetapi perlu juga dianalisa berdasarkan sejarah-sejarahdan teori-teori yang ada. Hubugan  kekuasan, kewenagan dan legitimasi adalah kekuasaan digunakan pemerintah untuk lebih menakut-nakuti masyarkat agar tunduk pada pemerintah. Dengan menggunakan sumber-sumber kekuasaan untuk membuat keputusan dan pelaksanaan kebijakan public , sehingga kekuasaan ini bersifat memaksa. Sedangkan kewenangan merupan bagian dari kekuasaan yang  berfungsi untuk membuat keputusan atau kebijakan public atau sebuah hak yang dimiliki oleh penguasa yang diberi wewenang untuk melaksanakan dan mebuat kebijakan public yang bersifat top down. Legitimasi adalah pengakuan atau penerimaan dari masyarakat atau rakyat terhadap pemimpinnya untuk membuat kebijakan public  dan melaksanaknnya. Jadi ini tetang sebuah kepercayaan dari rakyat atau dukungan terhadap pemimpin. Sehingga keputusan tersebut dapat berjalan dengan baik.
B.      Tujuan

C.      Rumusan Masalah




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Kewenangan dan Legitimasi
Ada beberapa pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan,yaitu otoritas,wewenang (authority) dan legitimilasi (legitimacy atau keabsahan).seperti dengan konsep kekuasaan,di sini pun bermacam-macam perumusan ditemukan.Perumusan yang mungkin paling mengenai sasaran adalah definisi yang dikemukakan oleh Robert Bierstedt dalam karangnya An Analysis Of Social Power  yang mengatakan bahwa wewenang (Authority)adalah institutionalized power  (kekuasaan yang dilembagakan).dengan nada yang sama dikatakan oleh Harold D.Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society bahwa wewenang (authority) adalah kekuasaan formal (Formal Power).Dianggap bahwa yang mempunyai wewenang (authority).berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturannya.
Selain konsep wewenang juga dikenal konsep legitimilasi (legitimacy atau keabsahan)yang terutama penting dalam suatu sistem politik .Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seorang kelompok,atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati.kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur yang sah.jadi,mereka yang diperintah menganggap bahwa sudah wajar peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh penguasa  dipatuhi.Dalam hubungan ini dikatakan oleh David Easton bahwa keabsahan adalah :”Keyakinan dari pihak anggota(masyarakat) bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati penguasa dan memenuhi tuntutan- for him to accept and obey the authorities and to abide by the requirements of the regime).”tuntutan dari rezim itu.(The conviction on the part of the member that it is right and proper
Dilihat dari sudut penguasa,dapat disebut di sini ucapan A.M.Lipset:”legitimilasi mencangkup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu (Legitimacy includes the capacity to produce and maintain a belief,that the existing  political institutions or forms are the most appropriate for the society).
Jika dalam suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai dasar-dasar dan tujuan-tujuan masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan kukuh,sehingga unsur paksaan serta kekerasan yang dipakai oleh setiap rezim dapat ditetapkan sampai minimun.Maka dari hal pimpinan dari suatu sistem politik akan selalu mencoba membangun dan mempertahankan keabsahan di kalangan rakyat karena hal itu merupakan dukungan yang paling mantap.
Kewenangan merupakan kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi. Dalam kekuasaan terdapat 2 sumber mengapa orang dapat tunduk atau mengitui kekuasaan tersebut.  Yaitu formal dan informal. Dalam kewenangan pasti terdapat kekuasaan, tapi dalam kekuasaan belum tentu terdapat kekuasaan.
Legitimasi :Adalah prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan pemimpin pemerintah dan pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa perolehan para pemimpin 'dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik atau moral. Legitimasi mungkin akan diberikan kepada pemegang kekuasaan dalam berbagai cara dalam masyarakat yang berbeda, biasanya melibatkan ritual formal serius yang bersifat religius atau non-religius, misalnya kelahiran kerajaan dan penobatan di monarki, pemilihan umum dan "sumpah" dalam demokrasi dan seterusnya .

B.      Sumber Kewenangan di Indonesia
a)      Sumber kewenangan tradisional yang merupakn sumber kewenangan yang diperoleh dari sebuah tradisi adat istiadat secara turun-terun yang diberikan oleh nenek moyang dan tetap diikuti dan dipatuhi oleh masyrakatnya. Contohnya kewenangan yang diperoleh oleh para raja jaman dahulu. Para raja mendapatkan kekuasaan dan kewenangan dari garis keturunan raja dan mendapatkan legitimasi yang sangat baik. Contoh nyata pada dewasa ini tetang pemilihan gubernur DIY Yogjakarta. Dalam pemilihan gubernur DIY Yogyakarta tidak dengan pemilu langsung. Tapi diteruskan oleh keturan Sultan Jogja. Anehnya sebagian besar atau mayoritas masyrakat sangat mendukung kebijakan tersebut. Sultan mendapatkan legitimasi dari masyarakat sangat baik. Walaupun pemerintah pernah merencanakan bahwa system pemilihan guburnur akan diganti dengan pemilihan umum yang  demokrasi, masyrakat menolak tegas dengan keputusan tersebut. Mereka sangat loyal dengan Sultan.

b)      Sumber kewenangan Kharismatik merupakan sumber kewenangan yang terdapat dalam diri manusia tersebut, yaitu tetang kecapkan dalam bicara, pengetahuan intelektualnya, kepopuleranya dll. Tapi biasanya yang paling mencolok  adalah bentuk fisik. Para pemimpin yang berkharismatik mempunyai cara tertentu dalam menghimpun masa. Contohnya Bung Karno merupakan salah satu pemimpin besar yang sangat berkharismatik di dunia ini. Bung Karno mempunyai kahrisma yang sangat  besar. Beliau pandai berpidato yang didukung dengan pengetahuan intelektual yang sangat  bagus serta fisik yang baik. Semua orang akan seperti tersihir jika mendengarkan pidaton. Contoh lainya adalah para ulama atau kyai, biasanya orang lebih mempercayai keputusan kyai daripada  pemerintah yang  mempunyai kekuasaan formal.
Kewenangan merupakan kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi. Dalam kekuasaan terdapat 2 sumber mengapa orang dapat tunduk atau mengitui kekuasaan tersebut.  Yaitu formal dan informal. Dalam kewenangan pasti terdapat kekuasaan, tapi dalam kekuasaan belum tentu terdapat kekuasaan.
Kekuasan formal didapat dari organisasi yang legal yang ditandai dengan turunya surat keterangan kewenangan. Organisasi formal merupakan organisasi yang sudah disah kan oleh pemerintah. Contohnya Ketua Dinas Sosial yang mendapatkan surat keterangan tugas dari pemerintah. Dia sudah memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur permasalahan dalam dinas sosial di masyarakat. Dia mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan mengenai masalah sosial dalam masyarakat.
Kekuasaan informal bukan berasal dari surat keputasan dari pemerintah, dan juga buakn berasal dari lembaga resmi pemerintah. Dalam kekuasan informal, para pemimpin ini mempunyai kharisma atau kepandain bercakap yang akhirnya dipercayai oleh masyrakat sekitarnya. Contohnya  adalah para kyai yang mempunyai banyak pengikut, mereka mematuhi kyai karena kyai dianggap orang yang sangat berkharismatik dan mempunyai kekuasaan untuk dipatuhi. Jadi biasnya para santri mereka memilih keputusan atau mengikuti para kyai daripada pemerintah. Kita sering mengalami hari raya agama Islam tersebut jatuh pada hari yang tidak sama dalam Negara kita. Itu disebabkan terdapat bnyak sumber dalam menentukan hari raya tersebut. Walaupun pemerintah sudah menetukan dan memutuskan hari raya  pada waktu tertentu, tapi masyarakt masih banyak tidak mematuhi keputusan pemerintah dan lebih mempercayai kyai mereka yang mempunyai  perhitungan yang  tidak sesuai dengan pemerintah. Ini menandakan para kyai mempunyai kekuasaan yang informal, beliau dapat memberikan keputusan sesuai keyakinannya dan para pengikutnya akan mengikuti dan menjalankan keputusan mereka.
Kewenangan  tidak bersifat dinamis, tapi bersifat statis. Yaitu terdapat pasang surut pengikutnya. Kewenangan ini lebih menjurus pada legitimisai. Legitimasi merupakan pengakuan atau  penerimaan masyarakat kepada pemimpin untuk memimpin, memerintah dan megeluarkan kebijakan politik
C.      Hubungan  Kekuasan, Kewenagan dan Legitimasi

Hubugan  kekuasan, kewenagan dan legitimasi adalah kekuasaan digunakan pemerintah untuk lebih menakut-nakuti masyarkat agar tunduk pada pemerintah. Dengan menggunakan sumber-sumber kekuasaan untuk membuat keputusan dan pelaksanaan kebijakan public , sehingga kekuasaan ini bersifat memaksa. Sedangkan kewenangan merupan bagian dari kekuasaan yang  berfungsi untuk membuat keputusan atau kebijakan public atau sebuah hak yang dimiliki oleh penguasa yang diberi wewenang untuk melaksanakan dan mebuat kebijakan public yang bersifat top down. Legitimasi adalah pengakuan atau penerimaan dari masyarakat atau rakyat terhadap pemimpinnya untuk membuat kebijakan public  dan melaksanaknnya. Jadi ini tetang sebuah kepercayaan dari rakyat atau dukungan terhadap pemimpin. Sehingga keputusan tersebut dapat berjalan dengan baik
D.     Bentuk - bentuk legitimasi kekuasaan
Bentuk-bentuk legitimasi kekuasaan menurut para ahli filsuf
a)      Niccolo Machiavelli
Saat Niccolo menulis pemikirannya tentang filsafat politik, ia menyaksikan terpecahnya kekuasaan di Italia dengan muncul banyak negara-negara kota yang rapuh, sehingga dapat dipahami bahwa ajarannya mengandung sinisme yang keras terhadap moralitas di dalam kekuasaan. Ia sesungguhnya merindukan suatu keadaan dimana negara merupakan pusat kekuasaan yang didukung sepenuhnya oleh rakyat banyak sehingga roda pemerintahan berjalan lancar. Untuk itu pemimpin harus punya kekuatan dalam mempertahankan kekuasaannya. Kaidah etika politik yang dianut oleh Machiavelli ialah bahwa apa yang baik adalah sesuatu yang mampu menunjang kekuasaan negara.. namun Machiavelli bergerak terlalu jauh ketika mengatakan bahwa tindakan yang jahat pun dapat dimaafkan oleh masyarakat asal penguasa mencapai sukses. Tampak bahwa Niccolo ingin mengadakan  pemisahan yang tegas antara prinsip moral dan prinsip ketatanegaraan. Selain itu, ia tidak memperhitungkan bagaimana sikap-sikap masyarakat terhadap legitimasi kekuasaan. Namun demikian, ia telah berhasil menyuarakan penderitaan rakyat yang tercerai-berai karena intrik politik yang berkepanjangan.

b)      Jean-Jacques Rousseau
Ditinjau dari titik tolak ajaran yang dikemukakannya Rousseau termasuk pemikir utopis, seperti Plato, yang berusaha menggambrkan negara ideal dengan tujuan mengajarkan perbaikan cita-cita rakyat. Rousseau memandang ketertiban dihasilkan sebagai akibat dari hak-hak yang sama. Rousseau berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Negara dibentuk karena adanya niat-niat baik untuk melestarikan kebebasan dan kesejahteraan individu. Dia mengandaikan bahwa keinginan umum dan semua kesejahteraan individu akan muncul bersamaan. Menurutnya segala bentuk kepentingan individu yang menyimpang dari kepentingan umum adalah salah, karena justru orang harus melihat kebebasan itu pada kesamaan yang terbentuk dalam komunitas. Rousseau terlalu idealis dalam memandang manusia, ia lupa bahwa tidak setiap individu mempunyai iktikad baik serta bersedia menyerahkan kebebasan individu demi kebaikan umum. Selain itu dia mengatakan bahwa kepentingan publik kolektif senantiasa memperkuat kebebasan individu sambil menguraikan bahwa setiap pribadi bukan sebagai kesatuan melainkan bagian dari kesatuan yang disebut komunitas. Namun pada dasarnya Rousseau sangat mencintai kesamaan dan ketenangan yang dijamin oleh negara melalui keutuhan masyarakat yang organis.

c)      Thomas Hobbes
Dasar dari ajaran Hobbes adalah tinjauan psikologi terhadap motivasi tindakan manusia. Dia menemukan bahwa manusia selalu memiliki harapan dan keinginan yang terkadang licik dan emosional. Semua itu akan berpengaruh apabila seorang manusia menggenggam kekuasaan. Hobbes mengaitkan masalah tersebut dengan legitimasi kekuasaan politik. Hobbes mengatakan bahwa untuk menertibkan tindakan manusia, negara harus membuat supaya manusia itu takut dan perkakas utama yang harus digunakan adalah tatanan hukum. Negara harus benar-benar kuat agar mampu memaksakan hukum melalui ancaman yang paling ditakuti manusia., yaitu hukuman mati. Pembentukan undang-undang digariskan dengan tujuan untuk mencegah anarki. Oleh karena itu, negara harus berkuasa jika tidak ingin keropos karena banyaknya anarki.
Hobbes adalah orang pertama yang menyatakan paham positivisme hukum, bagi dia hukum di atas segala-galanya. Namun Hobbes lupa bahwa tindakan manusia tidak hanya ditentukan oleh emosi, karena manusia dikaruniai akal budi. Dan pendirian suatu negara juga bukan hanya atas pertimbangan emosional tapi juga pemikiran rasional. Kesimpulan dari Hobbes bahwa pembatasan konflik dilakukan melalui saran hukum,

d)      Plato
Plato adalah pemikir yang pertama berbicara mengenai negara ideal. Dia bermaksud membangun suatu masyarakat dimana orang banyak menyumbang kepada kemakmuran komunitas tanpa adanya kekuasaan kolektif yang merusak.
Dalam model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai, Plato mengandaikan bahwa para penguasa memperoleh hak memakai kekuasaan untuk mencapai kebaikan publik dari kecerdasan mereka. Oleh sebab itu, dengan merujuk pada sistem monarki yang lazim pada waktu itu, Plato merumuskan bahwa pemerintahan akan adil jika raja yang berkuasa adalah seorang yang bijaksana. Kebijaksanaan kebanyakan dimiliki oleh seorang filsuf. Maka konsepsi tentang “filsuf raja” atau “raja filsuf” banyak disebut sebagai inti dari teori Plato mengenai kekuasaan negara.selain itu Plato mengatakan bahwa kebaikan publik akan tercapai jika setiap potensi individu terpenuhi.
Teori Plato memang masih mengandung banyak kelemahan karena adanya beberapa pertanyaan mendasar yang belum terjawab. Jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara modern sekarang ini, model Plato terasa sangat utopis. Untuk menerima model ini kita perlu menerima pemikiran bahwa kualitas dasar individu secara alamiah berbeda. Pemikiran Plato sudah mampu menjadi peletak dasar sistem kenegaraan modern. Legitimasi negara tidak harus selalu dikaitkan dengan hal-hal supernatural dan masalah-masalah sakral yang ada di luar jangkauan pemikiran manusia.

e)      Thomas Aquinas
Masalah keadila diterjemahkan oleh pemikir ini ke dalam dua bentuk, yaitu pertama, keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi seperti pembelian penjualan yang sesuai dengan asas-asas distribusi pasar, dan kedua, menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seorang penguasa atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan pangkat. Kemudian Thomas Aquinas membahas tentang hukum melalui pembedaan jenis-jenis hukum menjadi tiga, yaitu:
·        Hukum Abadi (Lex Externa)
Kebenaran hukum ini ditunjang oleh kearifan Ilahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan. Manusia merupakan salah satu makhluk yang mencerminkan kebijaksanaan Sang Pencipta. Makhluk itu ada, berbentuk/berkodrat sebagaimana yang dikehendakinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai makhluk yang berakal wajib memenuhi setiap kehendak Tuhan dan mempertanggungjawabkannya.

·        Hukum Kodrat (Lex Naturalis)
Hukum ini dijadikan dasar dari semua tuntutan moral. Tampak dia bukan hanya membuat pembahasan yang berkaitan dengan etika religius tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa Tuhan menghendaki keadilan. Menurut
Aquinas, Tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuai kodratnya. Itu berarti bahwa manusia hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang, membangun dan menentukan identitasnya, serta mencapai kebahagiaan.

·        Hukum Buatan Manusia (Lex Humana)
Hukum ini untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Norma hukum berlaku karena adanya perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya. Di dalamnya tersirat rakyat akan taat pada penguasa, dan penguasa berjanji akan mempergunakan kekuasaannya demi kepentingan masyarakat umum. Namun Aquinas menekankan bahwa isi hukum buatan manusia hendaknya sesuai dengan hukum kodrat.kekuasaan harus memiliki legitimasi etis. Dia menegaskan bahwa hukum yang bertentangan dengan hukum kodrat merupaka “penghancur hukum”. Untuk itu Aquinas menggolongkan dua corak pemerintah, yaitu: pemerintahan berdasarkan kekuasaan (despotik), dan pemerintahan yang sesuai dengan kodrat masyarakat sebagai individu yang bebas (politik).




E. Objek legitimasi
1. Masyarakat politik - krisis identitas
2. Hukum - krisis konstitusi
3. lembaga politik - krisis kelembagaan
4. pemimpin politik - krisis kepemimpinan
5. kebijakan - krisis kebijakan
krisis ini terjadi secara berurutan ketika sudah mencapai krisis kebijakan maka sebenarnya sudah terlewati krisis identitas, krisis konstitusi, krisis kelembagaan dan krisis kepemimpinan. Maka bila semuanya sudah mengalami krisis disebutlah krisis legitimasi.
F. Cara mendapat legitimasi
1. Simbolis, yaitu memanipulasi kecenderungan moral, emosional, tradisi, kepercayaan dilakukan secara ritualistik seperti upacara kenegaraan, parade tentara atau pemberian penghargaan.
2. Materiil/instumental yaitu menjanjikan dan memberikan kebutuhan dasar masyarakat (basic needs) seperti sembako, pendidikan, kesehatan dll.
3. Pemilu untuk memilih orang atau referendum untuk menentukan kebijakan umum.




G. Tipe legitimasi
  1. Tradisional – tradisi yang dipelihara dan dilembagakan contoh kerajaan
  2. Ideologi – penafsir dan pelaksana ideologi, untuk mendapat dan mempertahankan legitimasi bagi kewenangannya juga menyingkirkan pihak yang membangkan terhadap kewenangannya.
  3. Kualitas pribadi – kharisma, penampilan pribadi, atau prestasi
  4. Prosedural – peraturan perundang-undangan
  5. Instrumental – menjanjikan dan menjamin kesejahteraan materiil.
Pemimpin yang mendapatkan legitimasi berdasarkan prinsip tradisional, ideologi dan kualitas pribadi menggunakan metode simbolis. Sedangkan pemimpin hasil dari prinsip prosedural dan instrumental menggunakan metode prosedural dan metode intrumental.











BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dalam rangka pembahasan mengenai wewenang perlu disebut pembagian menurut sosiolog terkenal Max Weber (1864-1922) dalam tiga macam wewenang yaitu tradisional,kharismatik,dan rasional-legal.Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan diantara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi tradisi itu adalah wajar dan patut dihormati.Wewenang kharismatik berdasarkan kepercayaaan anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistikatau religius seorang pemimpin.Hitler dan Mao Zedong sering dianggap sebagai pemimpin kharimatik,sekalipun tentu mereka juga memiliki unsur wewenang rasional-legal.Wewenang rasional-legal berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpin.yang ditekankan bukan orangnya akan tetapi aturan-aturan yang mendasari tingkah lakunya.

Berdasarkan analisa teori-teori yang ada, kami menyimpulkan negaraIndonesia menganut teori kedaulatan rakyat, karena teori ini menggambarkan bahwa kekuasaan ada pada rakyat yang diwalkan oleh seseorang yang dipilihlangsung oleh rakyat. Adapun struktur lembaga negara di Indonesia sepertiDPR bersifat menampung setiap aspirasi dari masyarakat dan bertujuan untuk kebaikan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakanoleh J.J. Rousseau bahwa kedaulatan rakyat itu adalah cara atau sistemyang bagaimana pemecahan suatu soal memenuhi kehendak umum.



DAFTAR PUSTAKA
Noer, Deliar. Pengantar Ke pemikiran Politik. Medan: Dwipa, 1965.
Isjwara, F. Pengantar Ilmu Politik. Bandung : Dhiwantara, 1964.

















Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
A.      Latar Belakang
B.      Tujuan
C.      Rumusan Masalah

BAB II Pembahasan
A.      Penegertian Kewenangan dan Legitimasi
B.      Sumber Kewenangan di Indonesia
C.      Hubungan Kekuasaan, Kewenangan dan Legitimasi
D.     Bentuk – bentuk legitimasi Kekuasaan
E.      Objek Legitimasi
F.       Cara mendapat legitimasi
G.     Tipe legitimasi

BAB III PENUTUP
a.      Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA






Tidak ada komentar:

Posting Komentar