Jumat, 23 Maret 2012

kelemahan dan kelebihan model pembelajaran

Kelebihan Dan Kekurangan Model-Model Pembelajaran Inovatif

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.

Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Metode Role Playing

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:

Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkah:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kelebihan:

1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

Kekurangan:

1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.

Kelebihan:

* Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
* Setiap siswa mendapat peran.
* Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

* Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
* Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture

Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.

Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.

Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Numbered Heads Together

Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.

Kelebihan:

* Setiap siswa menjadi siap semua.
* Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
* Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

* Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
* Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.

c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Metode Jigsaw

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Metode Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)

Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.

Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
Model Examples Non Examples

Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.

Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
Model Lesson Study

Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:

a. Perencanaan.

b. Praktek mengajar.

c. Observasi.

d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.

2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.

3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.

4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).

Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:

- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.

- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

http://gurupkn.wordpress.com/category/pembelajaran/model-model/page/3/

Model Pembelajaran ARIAS

Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar.

Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa.

Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan pembelajaran

1. Pendahuluan

Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa. Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan propinsi menunjukkan hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas siswa SD dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan 1997/1998) menunjukkan hasil belajar yang kurang menggembirakan (Depdikbud, 1998).

Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang digunakan.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu model pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar.

2. Kajian Teori dan Pembahasan

2.1 Model Pembelajaran ARIAS

Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).

Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.

Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS.

2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS

Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:

- Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.

- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).

- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.

- Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu keterampilan.

Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).

Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah:

- Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

- Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.

- Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4) Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.

Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.

Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:

- Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.

- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.

- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.

Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:

* Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
* Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
* Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
* Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.

Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979: 8)merupakan suatu penguatan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, memberikan penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa (Hilgard dan Bower, 1975: 561). Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :

- Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru : “Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!”. Menganggukkan kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau senyuman guru yang simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan yang baru diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.

- Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal dan dihargai oleh para guru.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami kesulitan/memerlukan bantuan.

2.3 Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS

Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.

Siswa dapat membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan dirinya sebagai apa saja (McClelland, 1987: 29). Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi sendiri.

3. Hasil Percobaan di Lapangan

Model pembelajaran ARIAS telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Pertama model ini dicobakan kepada sejumlah siswa kelas V dari sebuah sekolah dasar (SD) Negeri di Kota Palembang selama satu caturwulan yaitu catur wulan III tahun ajaran 1995/1996. Sekolah ini diambil sebagai sampel secara acak sederhana dari sejumlah SD negeri setara di Kota Palembang yang memiliki kelas V paralel. Dari keseluruhan siswa SD ini diambil 60 orang siswa kelas V sebagai sampel yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok, di mana masing-masing kelompok berjumlah 15 orang siswa. Sampel siswa ini juga diambil secara acak sederhana. Percobaan menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan instrumen tes hasil belajar dan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA—2 jalur dengan uji F pada taraf signifikansi a = 0,05.

Percobaan kedua juga menggunakan metode eksperimen dengan rancangan 2 x 2 dilaksanakan di SD yang berbeda, yaitu sebuah SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin. Lama percobaan selama satu caturwulan yaitu catur wulan II tahun ajaran 1996/1997. Jumlah sampel sebanyak 80 orang siswa yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok di mana masing-masing kelompok berjumlah 20 orang siswa. Baik sampel SD maupun sampel siswa diambil secara acak sederhana. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan tes motivasi berprestasi. Data yang diperoleh juga dianalisis dengan ANAVA—2 jalur pada taraf signifikansi a = 0,05. Seperti halnya pada percobaan pertama, pada percobaan kedua ini juga dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji Lilliefors untuk normalitas dan uji Bartlett untuk homogenitas data.

Apakah motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Untuk itu baik pada percobaan pertama maupun pada percobaan kedua, siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Satuan pelajaran yang disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS disusun/dikembangkan oleh penulis. Pada kelompok kontrol kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran non-ARIAS, dengan satuan pelajaran disusun oleh guru kelas bersangkutan. Pada kedua percobaan ini dilakukan pengontrolan validitas internal dan eksternal. Pengontrolan validitas internal adalah:

(1) Menyetarakan setiap kelompok pada awal percobaan dengan menganalisis skor tes awal setiap kelompok untuk menghindari efek pemilihan subjek yang berbeda;

(2) Menggunakan instrumen yang sama untuk tes akhir dan tes awal guna menghindari efek perbedaan instrumen pengukur;

(3) Mengusahakan agar tidak ada subjek yang mengundurkan diri selama penelitian berlangsung untuk menghindari efek kehilangan subjek dalam percobaan;

(4) Memberikan perlakuan yang relatif singkat, untuk menghindari efek pematangan dan efek tes awal. Pengontrolan validitas eksternal adalah:

1. Penentuan kelompok kontrol, kelompok eksperimen dan pemilihan guru yang memiliki kualifikasi setara ditetapkan secara acak;

2. Suasana belajar, situasi kelas, dan kondisi setiap kelompok semua sama seperti hari-hari belajar biasa, kecuali penggunaan model pembelajaran ARIAS pada kelompok eksperimen, untuk menghindari efek lingkungan yang dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan dari siswa;

3. Selama percobaan siswa tidak diberitahu bahwa sedang ada penelitian untuk menghindari efek Howthorne dan John Henry.

Hasil ANAVA menunjukkan bahwa pada percobaan pertama Fo=10,74 jauh lebih besar dari Ft=4,02 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok XA=78,80 > Xn-A=75,93 (Sopah, 1999: 120 – 121). Hasil ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Pada percobaan kedua Fo=8,44 lebih besar dari Ft=3,96 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok adalah XA=18,55 > Xn-A=15,98 (Sopah,1998: 99-100). Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.

Hasil kedua percobaan menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar. Motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.

4. Penutup

Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

- Percobaan ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SD negeri di Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun jumlahnya sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian sejenis lainnya dengan sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas. Dengan dukungan hasil penelitian sejenis ini maka diharapkan dapat merupakan bahan pertimbangan penggunaan model pembelajaran ARIAS di Sekolah Dasar.

- Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya berlangsung selama satu catur wulan. Karena waktunya terbatas, maka bahan atau materi yang diberikan juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam percobaan ini telah dilakukan pengendalian secara cermat, namun karena terbatasnya waktu dan bahan yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh variabel lain yang tidak terkendali dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya penelitian lanjutan yang waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan lebih banyak, sehingga dapat lebih mencerminkan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak.

- Bidang studi yang digunakan terbatas pada satu bidang studi bahkan satu subbidang studi. Hasil baik yang diperoleh dalam subbidang studi ini belum tentu memberikan hasil yang sama pada bidang studi lain. Karena itu juga perlu adanya penelitian sejenis lainnya pada berbagai bidang studi, sehingga dapat mencerminkan besarnya pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap hasil belajar siswa.

- Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut model pembelajaran ARIAS, baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi murid disusun oleh penulis. Satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS ini dicobakan dan ternyata hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh penelitian sejenis lainnya di mana satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS disusun oleh guru bersangkutan. Dengan demikian akan terlihat apakah memang satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS yang disusun oleh guru dengan berbagai macam keterbatasannya juga akan mencapai hasil yang lebih baik.

Pustaka Acuan :

Beard, Ruth M. dan Senior, Isabel J. 1980. Motivating students. London: Routledge and Kegan Paul Ltd.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school learning. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design: Comparison of an American and a Soviet model, Journal of Instructional Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary schools. Chicago: Scott, Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and instructions: Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS SD. Palembang: Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective instruction. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of instructional design, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of the ARCS model of motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan, Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi. Terjemahan Siswo Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary of English language. Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986. Motivation: Theory and research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta: PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning situations and instructinal models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional technology foundations, 175-206. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan nasional menjelang abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994. Evaluasi diri demi peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar tetap Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan motivasi berprestasi siswa, Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi pendidikan program bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.

0 comments:

Poskan Komentar


masalah yang dibahas dalam LATENT SOCIAL PROBLEM "wanita muslim yang tidak berjilbab" jilbabku hijabku

NAMA: NURLAELASARI
KELAS: PKN-2A
NIM: 10611008
LATENT SOCIAL PROBLEM
Pembahasan tentang latent social problem yang ada di lingkungan sekitar saya. Jika di lihat dari pengertiannya latent social problem menyangkut hal-hal yang bertentangan atau berlawanan dengan nilai nilai masyarakat akan tetapi tidak diakui demikian. Contohnya adalah: pacaran, wanita muslim tidak berjilbab, korupsi, pelanggaan lalu lintas.
Jadi intinya latent social problem merupakan masalah sosial tapi tidak diakui. Yang menjadikan ukurannya adalah TIME AND PLACE. For us that is a sosial problem but for they that is no problem
Perumusan terhadap masalah sosial adalah adanya;
·         Indeks simple rates: angka laju gejala gejala abnormal dalam masyarakat
·         Composite indices: gabungan macam macam masalah
·         Sosial unrest: keresahan sosial. Ukuran. Kalau masyarakat resah “so that is a social problem”
MASALAH YANG AKAN SAYA BAHAS MENGENAI LATENT SOCIAL PROBLEM ADALAH “WANITA MUSLIM YANG TAK BERJILBAB”
Terus, apakah tidak berjilbab itu pemacu masalah sosial? Jawabannya IYA, setelah diteliti, dilihat dan diperhatikan ternyata yang banyak mengalami pelecehan seksual itu adalah wanita yang memakai ROK MINI. Baik di public transportation atau di jalan jalan banyak yang menggoda mereka, dan kasus baru baru ini yang sering terjadi yaitu tidak kriminal perkosaan di dalam public transportation, tentunya ini sudah menjadi SOSIAL UNREST bagi masyarakat khususnya kaum wanita. Padahal berjilbab itu wajib bagi setiap muslimah.
MENUTUP AURAT”
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…’” (Annur:31)
Keterangan :
Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh ALLOH SWT.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Sekarang marilah kita perhatikan penafsiran para sahabat dan ulama terhadap kata “…kecuali yang biasa nampak…” dalam ayat tersebut. Menurut Ibnu Umar RA. yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan. Begitu pula menurut ‘Atho,’ Imam Auzai dan Ibnu Abbas RA. Hanya saja beliau (Ibnu Abbas) menambahkan cincin dalam golongan ini. Ibnu Mas’ud RA. mengatakan maksud kata tersebut adalah pakaian dan jilbab. Said bin Jubair RA. mengatakan maksudnya adalah pakaian dan wajah. Dari penafsiran para sahabat dan para ulama ini jelaslah bahwa yang boleh tampak dari tubuh seorang wanita adalah wajah dan kedua telapak tangan. Selebihnya hanyalah pakaian luarnya saja.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada.
Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan jilbab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tapi ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.
2. Hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasululloh SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasululloh SAW berpaling darinya dan berkata:“Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Keterangan :
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Selain kedua dalil di atas masih ada dalil-dalil lain yang menegaskan akan kewajiban menutup aurat ini:
1.      Dari Al-Qur’an
a. “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu…” (Qs. Al-Ahzab: 33).
Keterangan:
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka’bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasululloh SAW. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan: “Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).
b. “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan ALLOH SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).
Keterangan:
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
2.      Hadis Rasululloh SAW, bahwasanya beliau bersabda:
“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mrip ekor sapi untk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Keterangan:
Hadis ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini menunjukkan bahwa pamer aurat dan “buka-bukaan” adalah dosa besar. Sebab perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh ALLOH SWT atau Rasul-Nya dan yang diancam dengan sangsi duniawi (qishas, rajam, potong tangan dll) atau azab neraka adalah dosa besar.


SEKILAS PENGERTIAN TENTANG JILBAB
Arti kata jilbab ketika Al Quran diturunkan adalah kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh wanita dan semua pakaian wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang dikatakan Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma`ani.
Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan; Jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar (kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua badan.
Dari atas tampaklah jelas kalau jilbab yang dikenal oleh masyarakat indonesia dengan arti atau bentuk yang sudah berubah dari arti asli jilbab itu sendiri, dan perubahan yang demikian ini adalah bisa dipengaruhi oleh berbagai factor, salah satunya adalah sebab perjalanan waktu dari masa Nabi Muhammad Saw sampai sekarang atau disebabkan jarak antar tempat dan komunitas masyarakat yang berbeda yang tentu mempunyai peradaban atau kebudayaan berpakaian yangberbeda.
Namun yang lebih penting ketika kita ingin memahami hukum memakai jilbab adalah kita harus memahami kata jilbab yang di maksudkan syara`(agama), Shalat lima kali bisa dikatakan wajib hukumnya kalau diartikan shalat menurut istilah syara`, lain halnya bila shalat diartikan atau dimaksudkan dengan berdoa atau mengayunkan badan seperti arti shalat dari sisi etemologinya.
Allah Swt dalam Al Quran berfirman:
عليهن من ياايهاالنبى قل لأزواجك وبناتك ونساءالمؤمنين يدنين جلابيبهن ذلك أدني أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورارحيما (الأحزاب 59)
Artinya:Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang. (Al Ahzab.59).
Ayat di atas turun ketika wanita merdeka (seperti wanita-wanita sekarang) dan para budak wanita (wanita yang boleh dimiliki dan diperjual belikan) keluar bersama-sama tanpa ada suatu yang membedakan antara keduanya, sementara madinah pada masa itu masih banyak orang-orang fasiq (suka berbuat dosa) yang suka mengganggu wanita-wanita dan ketika diperingatkan mereka (orang fasiq) itu menjawab kami mengira mereka (wanita-wanita yang keluar) adalah para budak wanita sehingga turunlah ayat di atas bertujuan memberi identitas yang lebih kepada wanita-wanita merdeka itu melalui pakaian jilbab.
Hal ini bukan berarti Islam membolehkan untuk mengganggu budak pada masa itu, Islam memandang wanita merdeka lebih berhak untuk diberi penghormatan yang lebih dari para budak dan sekaligus memerintahkan untuk lebih menutup badan dari penglihatan dan gangguan orang-orang fasiq sementara budak yang masih sering disibukkan dengan kerja dan membantu majikannya lebih diberi kebebasan dalam berpakaian.
Ketika wanita anshar (wanita muslimah asli Makkah yang berhijrah ke Madinah) mendengar ayat ini turun maka dengan cepat dan serempak mereka kelihatan berjalan tenang seakan burung gagak yang hitam sedang di atas kepala mereka, yakni tenang -tidak melenggang- dan dari atas kelihatan hitam dengan jilbab hitam yang dipakainya di atas kepala mereka.
Ayat ini terletak dalam Al Quran setelah larangan menyakiti orang-orang mukmin yang berarti sangat selaras dengan ayat sesudahnya (ayat jilbab), sebab berjilbab paling tidak, bisa meminimalisir pandangan laki-laki kepada wanita yang diharamkan oleh agama, dan sudah menjadi fitrah manusia, dipandang dengan baik oleh orang lain adalah lebih menyenangkan hati dan tidak berorentasi pada keburukan, lain halnya apabila pandangan itu tidak baik maka tentu akan berdampak tidak baik pula bagi yang dipandang juga yang melihat, nah, kalau sekarang kita melihat kesebalikannya yaitu ketika para wanita lebih senang untuk dipandang orang lain ketimbang suaminya sendiri maka itu adalah kesalahan pada jiwa wanita yang perlu dibenarkan sedini mungkin dan dibuang jauh jauh terlebih dahulu sebelum seorang wanita berbicara kewajiban berjilbab.
A.    Cara memakai jilbab
1.      Cara memaki jilbab dengan arti aslinya yaitu sebelum diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa yang baku, adalah aturan yang mana para shahabat dan ulama` berbeda pendapat ketika menafsirkan ayat Al Quran di atas. Perbedaan cara memakai jilbab antara shahabat dan juga antara ulama itu disebab bagaimana idnaa`ul jilbab (melabuhkan jilbab atau melepasnya) yang ada dalam ayat itu. Ibnu Mas`ud dalam salah satu riwayat dari Ibnu Abbas menjelaskan cara yang diterangkan Al Quran dengan kata idnaa` yaitu dengan menutup semua wajah kecuali satu mata untuk melihat, sedangkan shahabat Qotadah dan riwayat Ibnu Abbas yang lain mengatakan bahwa cara memakainya yaitu dengan menutup dahi atau kening, hidung, dengan kedua mata tetap terbuka. Adapun Al Hasan berpendapat bahwa memaki jilbab yang disebut dalam Al Quran adalah dengan menutup separuh muka, beliau tidak menjelaskan bagian separuh yang mana yang ditutup dan yang dibuka ataukah tidak menutup muka sama sekali.Dari perbedaan pemahaman shahabat seputar ayat di atas itu muncul pendapat ulama yang mewajibkan memaki niqob atau burqo` (cadar) karena semua badan wanita adalah aurat (bagian badan yang wajib ditutup) seperti Abdul Aziz bin Baz Mufti Arab Saudi, Abu Al a`la Al maududi di Pakistan dan tidak sedikit Ulama`-ulama` Turky, India dan Mesir yang mewajibkan bagi wanita muslimah untuk memakai cadar yang menutup muka, Hal di atas sebagaimana yang ditulis oleh Dr.Yusuf Qardlawi dalam Fatawa Muashirah, namun beliau sendiri juga mempunyai pendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah tidak aurat yang harus ditutup di depan laki-laki lain yang bukan mahram (laki-laki yang boleh menikahinya), beliau juga menegaskan bahwa pendapat itu bukan pendapatnya sendiri melainkan ada beberapa Ulama` yang berpendapat sama, seperti Nashiruddin Al Albani dan mayoritas Ulama`-ulama` Al Azhar, Qardlawi juga berpendapat memakai niqob atau burqo`(cadar) adalah kesadaran beragama yang tinggi yang man bila dipaksakan kepada orang lain, maka pemaksaan itu dinilainya kurang baik, sebab wanita yang tidak menutup wajahnya dengan cadar juga mengikuti ijtihad Ulama` yang kredibelitas dalam berijtihadnya dipertanggung jawabkan.
Sedangkan empat Madzhab, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah dan Hanabila berpendapat bahwa wajah wanita tidaklah aurat yang wajib ditutupi di depan laki-laki lain bila sekira tidak ditakutkan terjadi fitnah jinsiyah (godaan seksual), menggugah nafsu seks laki-laki yang melihat. Sedangkan Syafi`iyah juga ada yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat (bagian yang wajib ditutup) seperti yang ada dalam kitab Madzahibul Arba`ah, diperbolehkannya membuka telapak tangan dan wajah bagi wanita menurut mereka disebabkan wanita tidak bisa tidak tertuntut untuk berinteraksi dengan masyarak sekitarnya baik dengan jual beli, syahadah (persaksian sebuah kasus), berdakwah kepada masyarakatnya dan lain sebagainya, yang semuanya itu tidak akan sempurnah terlaksana apabila tidak terbuka dan kelihatan.
Ringkasnya, para ulama Islam salafy (klasik)sampai yang muashir (moderen)masih berselisih dalam hal tersebut di atas. Bagi muslimah boleh memilih pendapat yang menurut dia adalah yang paling benar dan autentik juga dengan mempertimbangkan hal lain yang lebih bermanfaat dan penting dibanding hanya menutup wajah yang hanya bertujuan menghindari fitnah jinsiyah yang masih belum bisa dipastikan bahwa hal itu memang disebabkan membuka wajah dan telapak tangan saja.
II. Imam Zamahsyari dalam Al Kasysyaf menyebutkan cara lain memakai jilbab menurut para ulama`yaitu dengan menutup bagian atas mulai dari alis mata dan memutarkan kain itu untuk menutup hidung, jadi yang kelihatan adalah kedua mata dan sekitarnya. Cara lain yaitu menutup salah satu mata dan kening dan menampakkan sebelah mata saja, cara ini lebih rapat dan lebihbisa menutupi dari pada cara yang tadi. Cara selanjutnya yang disebutkan oleh Imam Zamahsyari adalah dengan menutup wajah, dada dan memanjangkan kain jilbab itu ke bawah, dalam hal ini jilbab haruslah panjang dan tidak cukup kalau hanya menutup kepala dan leher saja tapi harus juga dada dan badan, Cara-cara di atas adalah pendapat Ulama` dalam menginterpretasikan ayat Al Qur an atau lebih tepatnya ketika menafsirkan kata idnaa`(melabuhkan jilbab atau melepasnya kebawah).
Nah,mungkin dari sinilah muncul pendapat bahwa berjilbab atau menutup kepala harus dengan kain yang panjang dan bisa menutup dada lengan dan badan selain ada baju yang sudah menutupinya, karena jilbab menurut Ibnu Abbas adalah kain panjang yang menutup semua badan, maka bila seorang wanita muslimah hanya memaki tutup kepala yang relatif kecil ukurannya yang hanya menutup kepala saja maka dia masih belum dikatakan berjilbab dan masih berdosa karena belum sempurnah dalam berjilbab seperti yang diperintahkan agama.
Namun sekali lagi menutup kepala seperti itu di atas adalah kesadaran tinggi dalam memenuhi seruan agama sebab banyak ulama` yang tidak mengharuskan cara yang demikian. Kita tidak diharuskan mengikuti pendapat salah satu Ulama` dan menyalahkan yang lain karena masalah ini adalah masalah ijtihadiyah (yang mungkin salah dan mungkin benar menurut Allah Swt) yang benar menurut Allah swt akan mendapat dua pahala, pahala ijtihad dan pahala kebenaran dalam ijtihad itu, dan bagi yang salah dalam berijtihad mendapat satu pahala yaitu pahala ijtihad itu saja, ini apabila yang berijtihad sudah memenuhi syarat-syaratnya. Adalah sebuah kesalah yaitu apabila kita memaksakan pendapat yang kita ikuti dan kita yakini benar kepada orang lain, apalagi sampai menyalahkan pendapat lain yang bertentangan tanpa tendensi pada argumen dalil yang kuat dalam Al Quran dan Hadist atau Ijma`.
Para Ulama` sepakat bahwa menutup aurat cukup dengan kain yang tidak transparan sehingga warna kulit tidak tampak dari luar dan juga tidak ketat yang membentuk lekuk tubuh, sebab pakaian yang ketat atau yang transparan demikian tidak bisa mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual)bagi laki-laki yang memandang secara sengaja atau tidak sengaja bahkan justru sebaliknya lebih merangsang terjadinya hal tersebut, atas dasar itulah para ulama` sepakat berpendapat bahwa kain atau model pakaian yang demikian itu belum bisa digunakan menutup aurat, seperti yang dikehendaki Syariat dan Maqasidnya (tujuan penetapan suatu hukum agama) yaitu menghindari fitnah jinsiyah (godaan seksual) yang di sebabkan perempuan.
Selanjutnya kalau kita mengkaji sebab diturunkannya ayat di atas yaitu ketika orang-orang fasiq mengganggu wanita-wanita merdeka dengan berdalih tidak bisa membedakan wanita-wanita merdeka itu dari wanita-wanita budak (wanita yang bisa dimiliki dan diperjual belikan), maka kalau sebab yang demikian sudah tidak ada lagi pada masa sekarang, karena memang sedah tidak ada budak, maka itu berarti menutup dengan cara idnaa` melabuhkan ke dada dan sekitarnya agar supaya bisa dibedakan antara mereka juga sudah tidak diwajibkan lagi, adapun kalau di sana masih ada yang melakukan cara demikian dengan alasan untuk lebih berhati-hati dan berjaga-jaga dalam mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual) maka adalah itu masuk dalam katagori sunnat dan tidak sampai kepada kewajiban yang harus dilaksanakan.
Namun bisa jadi ketika jilbab sudah memasyarakat sehingga banyak wanita berjilbab terlihat di mall, pasar, kantor, kampus dan lain sebagainya, namun cara mereka sudah tidak sesuai lagi dengan yang diajarkan agama, misalnya tidak sempurna bisa menutup rambut atau dengan membuka sebagian leher. Atau ada sebab lain, misalnya berjilbab hanya mengikuti trend atau untuk memikat laki-laki yang haram baginya atau disebabkan para muslimah yang berjilbab masih sering melanggar ajaran agama di tempat-tempat umum yang demikian itu bisa mengurangi dan bahkan menghancurkan wacana keluhuran dan kesucian Islam, sehingga dibutuhkan sudah saatnya dibutuhkan kelmbali adanya pilar pembeda antara yang berjilbab dengan rasa kesadaran penuh atas perintah Allah Swt dalam Al Quran dari para wanita muslimah yang hanya memakai jilbab karena hal-hal di atas tanpa memahami nilai berjilbab itu sendiri.
Mungkin di saat seperti itulah memakai jilbab dengan cara melabuhkan ke dada dan sekitarnya diwajibkan untuk mejadi pilar pembeda antara jilbab yang ngetrend dan tidak islami dari yang berjilbab yang islami dan ngetrend serta mengedepankan nilai jilbab dan tujuan disyariatkannya jilbab itu.
Asy Syaih Athiyah Shoqor (Ulama` ternama Mesir) ketika ditanya hukum seorang wanita yang cuma mengenakan penutup kepala yang bisa menutup rambut dan leher saja tanpa memanjangkan kain penutup itu ke dada dan sekitarnya, beliau menjawab dengan membagi permasalahan menutup aurat (kepala) itu menjadi tiga :
1.      Khimar (kerudung) yaitu segala bentuk penutup kepala wanita baik itu yang panjang menutup kepala dada dan badan wanita atau yang hanya rambut dan leher saja.
2.      Niqob atau burqo`(cadar) yaitu kain penutup wajah wanita dan ini sudah ada dan dikenal dari zaman sebelum Islam datang seperti yang tertulis di surat kejadian dalam kitab Injil. Namun kata beliau ini juga kadang disebut Khimar
3.      Hijab (tutup) yaitu semua yang dimaksudkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual) baik dengan menahan pandangan, tidak mengubah intonasi suara bicara wanita supaya terdengan lebih menarik dan menggugah, menutup aurat dan lain sebagainya, semuanya ini dinamankan hijab bagi wanita
Nah untuk jilbab atau penutup kepala yang hanya menutup rambut dan leher serta tidak ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit wanita, maka itu adalah batas minimal dalam menutup aurat wanita.adapun apabila melabuhkan kain penutup kepala ke bawah bagian dada dan sekitarnya maka itu termasuk hukum sunat yang tidak harus dilakukan dan dilarang untuk dipaksakan pada orang lain.
Beliau juga menambahkan apabila fitnah jinsiyah itu lebih dimungkinkan dengan terbukanya wajah seorang wanita sebab terlalu cantik dan banyak mata yang memandang maka menutup wajah itu adalah wajib baginya, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan selanjutnya, dan bila kecantikan wajah wanita itu dalam stara rata-rata atau menengah ke bawah maka menutupnya adalah sunat.
Mungkin yang difatwakan oleh beliau inilah jalan keluar terbaik untuk mencapai kebenaran dan jalan tengah menempuh kesepakatan dalam masalah manutup wajah wanita dan berjilbab yang dari dulu sampai sekarang masih di persengketakan ulama` tentang cara, wajib dan tidak wajibnya.
B.      Khimar (kerudung)
Al Quran juga datang dengan kata lain selain kata jilbab dalam mengutarakan penutup kepala sebagaimana yang termaktub dalam
An Nuur .31
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
Artinya: Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman:Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara kemaluannya,dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak padanya, dan hendaklan mereka menutupkan kain kudung di dadanya..(An Nuur. 31)
Kata Khumur dalam penggalan ayat di atas bentuk jama`(plural) dari kata Khimar yang biasa diartikan dalam bahasa indonesia sebagai kerudung yang tidak lebar dan tidak panjang, sedang kalau kita melihat arti sebenarnya ketika Al Quran itu datang kepada Nabi Muhammad Saw maka Mufassirin (ulama ahli tafsir Al Quran) berbeda pendapat dan kita akan melihat sedikit reduksi atau penyempitan arti dari arti pada waktu itu. Imam Qurthubi menterjemahkan khumur secara lebih luas, yaitu semua yang menutupi kepala wanita baik itu panjang atau tidak, begitu juga dengan Imam Al Alusiy beliau menterjemahkannya dengan kata miqna`ah yang berarti tutup kepala juga, tanpa menjelaskan bentuknya panjang atau lebarnya secara kongkrit.
Ayat Al Quran di atas memerintahkan untuk memanjangkan kain penutup itu ke bagian dada yang di ambil dari kata juyuub (saku-saku baju) sehingga kalau wanita hanya memakai penutup kepala tanpa memanjangkannya ke bagian dada maka dia masih belum melaksanakan perintah ayat di atas, dengan kata lain penutup kepala menurut ayat di atas haruslah panjang menutupi dada dan sekitarnya, disamping juga ada baju muslimah yang menutupinya. Namun kalau kita teliti kata juyuub lebih lanjut dan apabila kita juga melihat sebab ayat itu diturunkan maka kita akan menemukan beberapa arti ayat (pendapat) yang dikemukakan oleh mufassir yang berbeda dengan pemahaman di atas.
Kata juyuub dalam ayat di atas juga dibaca jiyuub dalam tujuh bacaan Al Quran yang mendapat legalitas dari umat Islam dan para Ulama` dulu dan sekarang (qira`ah sab`ah), kata juyuub adalah bentuk jama`(plural) dari jaib yang berarti lubang bagian atas dari baju yang menampakkan leher dan pangkal leher. Imam Alusi menjelaskan kata jaib yang diartikan dengan lubangan untuk menaruh uang atau sejenisnya (saku baju) adalah bukan arti yang berlaku dalam pembicaraan orang arab saat Al Quran turun, sebagaimana Ibnu Taimiyah juga berpendapat yang sama, Imam Alusi juga menambahkan lagi dan berkata ¡°tetapi kalaupun diartikan dengan saku juga tidaklah salah¡± dari pembenaran dia bahwa arti jaib adalah saku tadi, Imam Alusiy artinya setuju kalau penutup kepala jilbab, kerudung atau yang lain adalah harus sampai menutup dada, meskipun beliau tidak mengungkapkannya dengan kata-kata yang jelas dan tegas tapi secara implisit beliau tidak menyalahkan pendapat itu.
Imam Bukhari dalam kitab hadist shohihnya manaruh satu bab yang berjudul
(باب جيب القميص من عندالصدروغيره)
Beliau setuju bila kata jaib diartikan dengan lubangan baju untuk menyimpan uang atau semisalnya (saku baju) tetapi sebaliknya Ibnu Hajar dalam Syarah Shahih Bukhariy (buku atau komentar kepada suatu karya tulis seorang pengarang kitab dengan berupa kesetujuan penjelasan atau ketidak setujuan atau menjelaskan maksud pengarang kitab aslinya) yang berjudul Fath Al bari, Ibn Hajar menjelaskan bahwa jaib adalah potongan dari baju sebagai tempat keluarnya kepala, tangan atau yang lain.dan banyak ulama` lain yang sependapat dengan Ibnu Hajar, sedangkan Al Ismaili mengartikan jaib itu dengan lingkaran kera baju.
Pembahasan arti kata jaib ini terasa penting karena letak saku baju tentu lebih di bawah dari pada kera atau lubangan leher baju, selanjutnya apakah penutup kepala yang hanya menutupi leher dan pangkal leher namun belum menutup sampai ke saku baju (yakni bagian dada) apakah sudah memenuhi perintah Allah Swt dalam ayat Al Quran di atas.
Dari arti jaib yang masih dipertentangkan maka arti kata Juyuub di ayat tersebut di atas juga masih belum bisa di temukan titik temunya, saku baju atau lubang kepala.sehingga bila diartikan saku maka menutup kepala dengan jilbab atau kain kerudung tidak cukup dengan yang pendek dan atau kecil tetapi harus panjang dan lebar sehingga bisa menutup tempat saku baju,Dan kalau juyuub dalam ayat di atas di artikan lubang baju untuk leher maka menutup kepala cukup memakai yang bisa menutup keseluruan aurat dengan sempurnah tanpa ada cela yang bisa menampakkan kulit serta tidak harus di panjangkan ke dada.
Namun apabila kita kembali kepada sebab diturunkannya ayat tersebut, seperti yang disebutkan dalam Lubabun Nuqul karya Imam Suyuti yaitu ketika Asma` binti Martsad sedang berada di kebun kormanya, pada saat itu datanglah wanita-wanita masuk tanpa mengenakan penutup (yang sempurna) sehingga tampaklah kaki, dada, dan ujung rambut panjang mereka, lalu berkatalah Asma` sungguh buruk sekali pemandangan ini maka turunlah ayat di atas.
Lebih terang Imam Qurtubi menjelaskan sebab ayat ini diturunkan yaitu karena wanita-wanita pada masa itu ketika metutup kepala maka mereka melepaskan dan membiarkan kain penutup kepala itu ke belakang punggungnya sehingga tidak menutup kepala lagi dan tampaklah leher dan dua telinga tanpa penutup di atasnya, oleh sebab itulah kemudian Allah Swt memerintahkan untuk melabuhkan kain jilbab ke dada sehingga leher dan telinga serta rambut mereka tertutupi, akan tetapi tetapi lebih lanjut Imam Qurtubi menjelaskan cara memakai tutup kepala, yaitu dengan menutupkan kain ke jaib (saku atau lubang leher) sehingga dada mereka juga ikut tertutupi.
Dari kedua sebab turunnya ayat di atas maka tampaknya bisa diambil kesamaan bahwa ayat di atas turun karena aurat (dalam hal ini leher, telinga dan rambut) masih belum tertutup dengan kain kerudung, sehingga turunlah ayat di atas memerintahkan untuk menutupnya, dengan kata lain, memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke jaib (saku atau lubang leher) itu adalah cara untuk menutup aurat yang diterangkan oleh Al Quran sesuai dengan keadaan wanita-wanita masa itu, artinya bila aurat sudah tertutup tanpa harus memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada maka perintah memanjangkan itu sudah tidak wajib lagi sebab memanjangkan adalah cara untuk bertujuan memuntup aurat sedang apabila tujuan yang berupa menutup aurat itu sudah tercapai tanpa memanjangkan kain itu ke dada kerana keadaan yang berbeda dan adapt yang tidak sama maka boleh-boleh saja.
Ringkasnya jaib dengan arti lubang leher adalah tafsiran yang sesuai dengan sabab turunnya ayat di atas, dan memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada adalah tidak diwajibkan oleh ayat Al Quran di atas, karena yang wajib adalah menutup aurat tanpa ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit autar wanita. Wallahu `a`lam bish shawab.
C.    Aurat Wanita
Dari ayat di atas pula para ulama` juga berbeda pendapat tentang kaki sampai mata kaki, tangan sampai pegelangan dan wajah dari seorang wanita apakah itu termasuk aurat yang wajib di tutup atukah tidak(?) Yaitu ketika menafsirkan kata ziinah (perhiasan) bagi yang mengartikan dengan perhiasan yang khalqiyah (keidahnya tubuh) seperti kecantikan dan daya tarik seorang wanita, bagi kelompok ini termasuk Imam Al Qaffal kata الاماظهرمنها (kecuali yang tampak darinya) diartikan dengan anggota badan yang tampak dalam kebiasaan dan keseharian masyarakat seperti wajah dan telapak tangan karena menutup keduanya adalah dlorurat (keterpaksaan) yang bila diwajibkan akan bertentangan dengan agama Islam yang diturunkan penuh kemudahan bagi pemeluknya, oleh sebab itu tidak ada perbedaan pendapat dalam hal bolehnya membuka wajah dan telapak tangan (meski sebenarnya dalam madzhab syafi`i masih ada yang berbeda pendapat dalam hal ini, misalnya dalam kitab Azza Zawajir wajah dan telapak tangan wanita merdeka adalah aurat yang tidak boleh dibuka atau dilihat karena melihatnya bisa menimbulkan fitnah jinsiyah (godaan seksual), adapun di dalam shalat maka itu bukan aurat tetapi tetap haram untuk dibuka atau dilihat).
Sedangkan yang menafsirkan kata ziinah (perhiasan) dengan perhiasan yang biasa di pakai wanita, mulai dari yang wajib dipakai seperti baju, pakaian bawah yang lain yang digunakan menutup badan waniti sampai perhiasan yang hanya boleh dipakai wanita seperti pewarna kuku, pewarna telapak tangan, pewarna kulit, kalung, gelang, anting dan lain-lain, maka mereka (mufassir) itu mengartikan kata الاماظهرمنها dengan perhiasan-perhiasan yang biasa tampak seperti cincin, celak mata, pewarna tangan dan yang tidak mungkin untuk ditutup seperti baju, pakaian bawah bagian luar dan jilbab atau kerudung.
Dan adapun telapak kaki maka tidak termasuk yang boleh di buka karena keterpaksaan untuk membukanya dianggap tidak ada, namun yang lebih shahih (benar) menurut Imam Ar Rozi dalam tafsirnya hukum menampakkan cincin, gelang, pewarna tangan, kuku, dst adalah seperti hukum membuka kaki yaitu haram untuk dibuka sebab tidak ada kebutuhan yang memaksa untuk boleh membukanya menurut agama. Semua hal di atas adalah di luar waktu melaksanakan shalat dan selain wanita budak (wanita yang bisa dimiliki dan diperjual belikan) yaitu wanita muslimah zaman sekarang.
Adapun waktu melaksakan shalat, Madzhab Hanafi berpendapat kalau semua badan wanita adalah aurat dan termasuk di dalamnya adalah rambut yang memanjang di samping telinga kecuali telapak tangan dan bagian atas dari telapak kaki. Madzhab Syafi`i berpendapat yang sama yaitu semua anggota badan wanita ketika shalat adalah aurat yang wajib ditutup kecuali wajah telapak tangan dan telapak kaki yang dalam (yang putih). Madzhab Hambali mengecualikan wajah saja selain itu semuanya aurat termasuk telapak tangan dan kaki.
Sedangkan ulama-ulama madzhab Maliki menjelaskan bahwa dalam shalat aurat laki-laki, wanita merdeka dan budak, terbagi menjadi dua:
1.      Aurat mugalladhah (berat), untuk laki-laki aurat ini adalah dua kemaluan depan dan belakang, sedangkan bagi wanita merdeka aurat ini adalah semua badan kecuali tangan, kaki, kepala dada dan sekitarnya (bagian belakangnya)
2.      Aurat mukhaffafah (ringan), aurat ini untuk laki-laki adalah selain mugalladhah yang berada diantara pusar dan lutut, sedang untuk wanita merdeka adalah tangan, kaki, kepala, dada dan bagian belakangnya, dua lengan tangan, leher, kepala, dari lutut sampai akhir telapak kaki dan adapun wajah dan kedua telapak tangan (luar atau dalam) tidak termasuk aurat wanita dalam shalat baik yang mugalladhah atau yang mukhaffafah. Untuk wanita budak aurat ini adalah sebagaimana laki-laki namun di tambah pantat dan sekitarnya dan kemaluan, vulva dan bagian yang ditumbuhi rambut kemaluan itu.
Ulama-ulama madzhab Maliki juga menjelaskan bahwa apabila seorang melakukan shalat dengan tidak menutup aurat mugalladhah meskipun hanya sedikit dan dia mampu menutupnya baik membeli kain penutup atau meminjam (tidak wajib menerima penutup aurat bila penutup aurat itu diberikan dengan cara hibah pemberian murni) maka shalat yang demikian hukumnya adalah tidak sah dan batal dan apabila dia ingat kewajiban untuk menutup aurat itu maka wajib baginya untuk mengulang shalatnya ketiak dia telah siap melaksakan shalat dengan menutup aurat mugalladhah itu.
Sedangkan bila aurat mukhaffafah saja yang terbuka semua atau sebagiannya maka shalatnya tetap sah, tetapi di haramkan atau di makruhkan bila mampu untuk menutup aurat itu dengan sempurnah dan apabila telah ada penutup aurat yang sempurnah maka dia di sunnatkan untuk mengulang shalatnya (ada perincian tetacara pengulangan shalatnya (lihat madzhibul arba`ah).
D.    Hijab
Al Quran juga mengungkapkan punutup seorang wanita dengan kata hijab yang artinya penutup secara umum, Allah Swt dalam surat Al Ahzab ayat 58 memerintah kepada para shahabat Nabi Saw pada waktu mereka meminta suatu barang kepada istri-istri Nabi Saw untuk memintanya dari balik hijab (tutup).
…واذاسألتموهن متاعافاسألوهن من وراءحجاب ذلكم اطهرلقلوبكم وقلوبهن…(الأحزاب.58)
Artinya; Dan bila engkau meminta sesuatu (keparluan) kepada mereka (istri-istri Nabi saw) maka mintalah dari belakang tabir,cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka¡­(Al Ahzab. 58)
Seperti yang di terangkan di atas, hijab lebih luas artinya dari kata jilbab atau khimar meskipuan ayat di atas adalah turun untuk para istri-istri Nabi Saw tapi para ulama` sepakat dalam hal ini bahwa semua wanita muslimah juga termasuk dalam ayat di atas, sehingga yang di ambil adalah umumnya arti suatu lafad atau kalimat ayat Al Quran, bukan sebab yang khusus untuk istri-istri Nabi saja.
Ayat di atas memerintahkan pada wanita muslimah untuk mengenakan penutup yang demikian itu adalah lebih baik untuk dirinya dan laki-laki lain yang sedang berkepentingan dengannya, adapun cara berhijab di atas adalah dengan berbagai cara yang bisa menutup aurat dan tidak bertentangan dengan maksud dari disyariatkannya pakaian penutup bagi wanita, sehingga kalau memakai pakaian yang sebaliknya bisa merangsang terjadinya keburukan maka itu bukan dan belum di namakan berhijab atau bertutup.
KITA KEMBALI KE PERMASALAH LATENT SOCIAL PROBLEM
Penyebab nya adalah : HABIT—CULTURE—PERSONALITY, menimbulkan mental pirage (frointer mentality) dan jika dibiarkan akan menjadi kebiasaan , jika dilanggar maka jadilah masalah sosial yang bertentangan dengan aturan dan norma. Kenapa dilakukan terus? Karena belum adanya kesadaran diri sendiri terhadap hukum hukum itu, kenapa tidak sadar??????? Karena kebiasaan buruk yang dibiarkan, menjadi budaya buruk. Segala sesuatu yang buruk dibiarkan akan jadi lebih buruk.
SOLUSINYA ADALAH ???????????????????????????? harus dilakukan pendidikan secara komprehensip, tidak cerdas secara IQ saja, tetapi EQ, SQ dan ESQ.
Ringkasnya menutup aurat adalah kewajiban seorang wanita muslimah tepat ketika dia berikrar menjadi seorang muslimah, tidak ada menunda-nunda dalam memakainya dan tanpa pertimbangan apapun dengan cara yang minimal atau maksimal. Dengan tegas saya tekankan membuka kepala dan aurat selainya adalah haram yang tidak bisa ditawar lagi kerena ke wajiban itu adalah sudah ditetapkan dari pemahaman ayat-ayat Al Quran. Dan sudah jelas bahwa Al Quran sebagai satu-satunya yang di tinggalkan Nabi Saw kepada umatnya yang telah dijelaskan dan di dukung dengan Hadist Nabi Saw.
Wallahu a`lam bissawab
Baru baru ini DPR mengeluarkan pendapat tentang rok mini: saya setuju
Ketua DPR Marzuki Alie bahkan menjelaskan bahwa citra dinilai dari penampilan. Menurut dia, rencana penertiban cara berbusana belakangan ini, yang didukung oleh Badan Kehormatan DPR, merupakan salah satu langkah memperbaiki citra. Marzuki juga mengingatkan bahwa banyak kasus pemerkosaan dan asusila dipicu oleh pakaian perempuan yang kurang pantas.
Tak muncul perdebatan di kalangan politikus Senayan mengenai penertiban cara berpakaian itu. Anggota pimpinan Dewan yang lain juga tampak setuju. Menurut beberapa politikus, aturan ini sebenarnya ditujukan kepada staf ahli atau asisten yang suka berpakaian sembarangan. Hanya, publik tentu bertanya-tanya, begitu seriuskah persoalan rok mini di Senayan hingga perlu dibicarakan oleh Ketua DPR dan Badan Kehormatan.
Pernyataan Marzuki justru melecehkan perempuan karena menganggap mereka sebagai pemicu kasus pemerkosaan. Di sisi lain, ia seakan mengasumsikan laki-laki di DPR begitu gampang tergoda oleh perempuan berpakaian rok mini sehingga perlu diterapkan aturan yang ketat soal cara berbusana.
Kalangan DPR terkesan lari dari persoalan utama yang telah menyebabkan martabat mereka jatuh di mata rakyat. Khalayak kecewa, kesal, bahkan muak terhadap perilaku anggota DPR karena banyak di antara mereka yang terlibat dalam kasus korupsi. Lewat kasus bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, misalnya, masyarakat menjadi semakin tahu cara politikus Senayan menggerogoti anggaran negara.
Sebagian anggota Dewan kerap berdalih, perilaku korup sulit dihindari lantaran mereka memerlukan dana besar untuk kegiatan politik. Biaya politik yang tinggi muncul karena mereka harus mengeluarkan duit tak sedikit saat berkampanye dan memelihara hubungan baik dengan konstituen. Selain itu, politikus diwajibkan membantu keuangan partai. Bila memang seperti ini persoalannya, kenapa DPR tak berupaya memecahkannya? Bukankah mereka yang merancang penyelenggaraan pemilu, termasuk cara berkampanye dan sumber pembiayaannya, lewat undang-undang?
Tanpa upaya menyelesaikan masalah penting itu, orang akan curiga bahwa kalangan politikus sengaja membiarkan aturan main yang amburadul agar tetap bisa berperilaku korup. Sebagian politikus juga melakukan segala cara untuk menghambat pemberantasan korupsi. Misalnya, menyerang lembaga penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi, yang berupaya membongkar kasus korupsi di kalangan DPR.
Di mata rakyat yang semakin cerdas, perilaku politikus yang tak malu-malu merampok duit negara akan sulit dimaafkan. Borok ini tak bisa ditutupi dengan cara berpakaian rapi atau tanpa rok mini. Citra DPR tidak ditentukan oleh penampilan, melainkan bergantung pada kemampuan lembaga ini membersihkan diri dari korupsi.